Komisi II Desak Penyelesaian Konflik Lahan Warga Sungai Ringin dan PT ATA
PALANGKA RAYA,humanusantara – Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) Bambang Irawan, mendesak agar konflik lahan yang melibatkan warga Desa Sungai Ringin, Kabupaten Kapuas dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Archipelago Timur Abadi (ATA) segera diselesaikan.
Perselisihan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun itu dinilai berpotensi menimbulkan kerugian besar apabila terus dibiarkan tanpa solusi konkret.
“Kalau berlarut-larut, kontraktor bisa rugi, masyarakat juga rugi tenaga dan biaya. Harus ada win-win solution,” kata Bambang, saat beberapa waktu lalu.
Dijelaskan, saat ini situasi masih relatif kondusif, karena kedua belah pihak memilih untuk menahan diri. Namun, hal tersebut menurutnya tidak bisa menjadi alasan untuk menunda penyelesaian.
“Sekarang kondisinya, baik pihak perusahaan maupun masyarakat sama-sama menahan diri. Tapi tidak bisa hanya dibiarkan begitu saja,” ujarnya.
Konflik tersebut, ungkap dia, bersumber dari perbedaan persepsi mengenai kompensasi lahan. PT ATA mengklaim telah menyelesaikan pembayaran ganti rugi sejak 2012. Namun warga menegaskan, pembayaran tersebut hanya mencakup lahan yang sudah digarap saat itu, sementara lahan lainnya belum menerima ganti rugi.
“Logikanya jelas, pada 2012 perusahaan hanya mengganti rugi lahan yang sudah mereka tanami. Lahan yang belum digarap tentu tidak mungkin diganti rugi. Sekarang, ketika perusahaan mau mengembangkan lahan yang belum tergarap, masyarakat menuntut haknya. Di situlah letak masalahnya,” jelasnya.
Legislator dari daerah pemilihan (Dapil) V, meliputi Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau tersebut menegaskan, saat ini, pihaknya dari Komisi II masih menunggu arahan Ketua DPRD Kalteng Arton S Dohong, untuk menentukan langkah selanjutnya.
Ia menyarankan agar pendekatan informal lebih dikedepankan ketimbang mengandalkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dinilai terlalu birokratis.
“Kalau lewat RDP itu prosesnya lama, banyak surat-menyuratnya. Sementara masalah ini sudah mendesak. Saya lebih setuju ada diskusi non-formal dulu supaya cepat ada titik temu,” lanjutnya.
Pihaknya berkomitmen untuk menjadi penengah dan memastikan agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam proses penyelesaian.
“DPRD akan mengawal agar penyelesaian benar-benar memberikan keadilan bagi semua pihak,” demikian Bambang. (hns1/red)