PALANGKA RAYA,humanusantara – Status kawasan di Kalimantan Tengah (Kalteng), hingga kini masih belum bisa dirampungkan. Hingga saat, empat juta hektare pemukiman penduduk masih berstatus kawasan hutan.
Hal itu terungkap dalam pertemuan Komisi IV DPRD Kalteng bersama Anggota DPD RI dari daerah pemilihan Kalteng Agustin Teras Narang di gedung dewan beberapa waktu lalu.
Usai pertemuan, Ketua Komisi IV DPRD Kalteng Lohing Simon mengungkapkan, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sengketa Lahan dan Konflik Pertanahan ditargetkan rampung pada tahun 2026.

“Persiapan kita, kita membidangi itu. Kemitraan kita pertama, Komisi IV lagi membahas rencana peraturan daerah tentang sengketa lahan. Ini yang sedang kita bahas dan mungkin tahun depan mudah-mudahan selesai,” kata Lohing.
Dalam pertemuan itu, Teras Narang turut menyoroti berbagai persoalan pertanahan di Kalteng, termasuk tumpang tindih sertifikat hingga praktik mafia tanah yang kerap merugikan masyarakat.
“Beliau (Teras Narang) mengidentifikasi persoalan sengketa lahan yang ada di Kalteng, terutama persoalan sertifikasi antara masyarakat yang tumpang tindih, mafia tanah sering terjadi,” ujarnya.
Ia menjelaskan, kunjungan senator yang juga mantan Gubernur Kalteng dua periode Agustin Teras Narang itu, berkaitan dengan pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria, yang menjadi perhatian bersama antara DPD RI dan Komisi IV DPRD Kalteng.
“Tujuan beliau di sini tentang pertanahan, mungkin melihat terhadap UU Pokok Agraria. Memang itu pertanahan mitra Komisi IV, dan tadi hadir dari OPD Kanwil Pertanahan, Disperkimtan, PUPR, Dishut dan Disbun,” ungkapnya.
Tak hanya soal raperda sengketa lahan, ia mengungkapkan, dalam pertemuan itu mencuat masalah revisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng, yang hingga kini belum rampung.
Akibatnya, sekitar 4 juta hektare kawasan pemukiman dan pedesaan di Kalteng masih berstatus dalam kawasan hutan
“Memang kita sudah dua tahun, periode yang lama sudah direvisi Perda RTRWP tapi sampai sekarang belum tuntas. Artinya ini pun dikejar supaya menyesuaikan apa yang menjadi sepantasnya kawasan di Kalteng. Contoh, kita itu kurang lebih 4 juta hektare kawasan pemukiman atau kawasan pedesaan yang masih dalam kawasan hutan produksi,” jelasnya.
Politisi PDI Perjuangan itu juga mengatakan, revisi RTRWP harus diarahkan untuk membebaskan desa dan wilayah masyarakat dari status kawasan hutan, bukan justru melegitimasi kepentingan para investor di sektor kehutanan dan perkebunan.
“Ini yang kita upayakan dalam revisi RTRWP ini harus diputihkan. Keinginan kita tidak ada lagi ke depan, wilayah desa itu masuk kawasan hutan, wilayah kabupaten masuk kawasan hutan, tidak ada lagi. Inilah tujuan RTRWP yang dilakukan revisi,” tegas wakil rakyat dari daerah pemilihan I, meliputi Kabupaten Gunung Mas, Katingan dan Kota Palangka Raya itu.
Lohing juga menyoroti pentingnya komunikasi antara pemerintah daerah dan pusat dalam mempercepat penyelesaian revisi RTRWP. Tanpa koordinasi yang intensif, ia khawatir revisi tersebut justru kehilangan makna.
“Jalan terus itu, ketuanya Pak Freddy Ering. Target dari tahun kemarin belum tuntas. Mereka pusat harus berkomunikasi dengan daerah, tidak ada gunanya kita merevisi kalau tidak menyelamatkan kepentingan masyarakat,” demikian Lohing. (hns1/red)