Raperda Tambang Akan Dikonsultasikan ke Kemendagri
PALANGKA RAYA,humanusantara – Jajaran DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng), mendorong agar rancangan peraturan daerah (Raperda) Kalteng tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam, Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu, dan Batuan atau raperda Tambang secepatnya disahkan.
Hal itu disampaikan Ketua Panitia Khusus (Pansus) raperda tambang Hj Siti Nafsiah kepada wartawan, Senin (8/9/2025).
Menurutnya, saat ini pihaknya dari pansus terus menggenjot pembahasan raperda tersebut. Pembahasan pasal demi pasal sudah dirampungkan pihaknya bersama tim raperda dari tim Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng.
Tahapan selanjutnya kata dia, pihaknya menunggu penjadwalan bersama Tim Pemprov untuk melakukan konsultasi. Baik ke kementerian teknis maupun ke daerah lain yang telah memiliki perda yang mengatur tentang pertambangan daerah.
“Ini kita lakukan sebagai upaya memperkaya substansi pengaturan dan memastikan sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kalau kita dari DPRD mengharapkan agar raperda ini bisa cepat disahkan dan ditetapkan menjadi peraturan daerah (Perda),” kata Nasiah.
Srikandi dari Fraksi Partai Gilkar itu juga menjelaskan, raperda tersebut merupakan turunan dari berbagai regulasi pusat, seperti UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, PP Nomor 96 Tahun 2021 jo PP Nomor 25 Tahun 2024 serta Perpres Nomor 55 Tahun 2022.
“Salah satu poin pembahasan yang dianggap krusial adalah terkait Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Hal ini karena dalam UU nomor 3 tahun 2020, kegiatan pertambangan rakyat mencakup mineral logam, non-logam hingga batuan,” jelasnya.
Ini pertambangan rakyat kata Nafsiah perlu dikonsultasikan lebih mendalam. Konsultasi ke Kemendagri penting untuk memastikan agar judul dan materi muatan raperda tidak dianggap melampaui kewenangan daerah dan tetap sejalan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Pansus juga akan melakukan studi banding ke daerah yang telah memiliki perda serupa, seperti Jawa Tengah. Hal ini penting untuk menggali pengalaman praktis, khususnya dalam mengatur IPR logam. Apakah dimasukkan secara eksplisit dalam batang tubuh, atau cukup dirujuk normatif pada aturan pusat di bagian penutup atau penjelasan. Hal ini menjadi penting agar raperda Kalteng tidak hanya sah secara formil, tetapi juga aplikatif dalam pelaksanaan di lapangan,” ujarnya.
Ketua Komisi II DPRD Kalteng, yang membidangi ekonomi dan sumber daya alam (SDA) itu juga menegaskan, pihaknya tetap berkomitmen mempercepat proses pembahasan agar raperda ini bisa disahkan pada tahun berjalan, sesuai jadwal Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda).
Meski demikian, percepatan penyelesian raperda juga masih bergantung pada proses fasilitasi dan klarifikasi materi raperda di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Kami meyakini kehadiran perda ini akan memperkuat tata kelola pertambangan daerah, meningkatkan kepastian hukum, menekan praktik tambang ilegal, serta memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat Kalteng,” jelasnya.
Ia menyinggung urgensi pengesahan raperda tersebut, terutama karena adanya kasus yang kini tengah ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati), terkait dugaan penyalahgunaan dalam praktik pertambangan mineral.
Saat masih diberlakukan UU No. 4 Tahun 2009, komoditas seperti zirkon merupakan kewenangan pusat. Namun, seiring terbitnya UU 3/2020, kewenangan tersebut ditarik ke provinsi. Perubahan klasifikasi mineral juga terjadi, menyusul terbitnya Keputusan Menteri ESDM No. 147 Tahun 2022.
“Kemudian saat UU 3/2020 ditarik ke provinsi. Namun melalui Keputusan Menteri ESDM No 147 Tahun 2022 terkait zirkon dan beberapa lainnya diubah semula Mineral Bukan Logam biasa menjadi Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu (MBLJT), tapi di luar MBLJT yang diatur pengelompokkannya di PP 96/2021 yg kemudian didelegasikan berdasarkan Perpres 55/2022,” tukasnya.
Terkait kasus dugaan korupsi dalam penjualan dan ekspor zirkon, ilmenite, dan rutil, mantan Ketua Komisi III DPRD Kalteng itu menilai, terdapat indikasi pelanggaran terkait dokumen persetujuan angkutan dan penjualan.
“Padahal PT IM (Investasi Mandiri) memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi, namun dia membeli juga hasil tambang zirkon dari masyarakat yang nggak jelas sumbernya. Kemudian mereka jual/ekspor dengan dokumen yang mereka miliki, ditambah lagi mereka tidak pernah urus surat angkut asal barang,” demikian Nafsiah. (hns1/red)