Usai Napi Kabur, Jabatan Kalapas dan KPLP Lapas Palangka Raya Harus Dievaluasi
PALANGKA RAYA,humanusantara.com – Peristiwa kaburnya seorang narapidana (Napi) kasus asusila dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Palangka Raya bukan hanya luka bagi sistem pengamanan, tapi lebih dari itu, sebuah tamparan atas kelalaian, dan potret retaknya kepercayaan publik terhadap lembaga pemasyarakatan sebagai garda pembinaan terakhir.
Langkah tegas menonaktifkan Kalapas dan KPLP adalah keputusan yang benar, sah dan mendesak.
Berdasarkan informasi saat ini, narapidana tersebut sudah berhasil ditangkap di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) oleh pihak Polrestabes Banjarmasin.
Namun lapas tetap harus berbenah dengan kaburnya tahanan itu. Pegawai dan pejabat yang sudah dinonaktifkan harus dilakukan pembinaan, dan penelitian terlebih dahulu jangan buru buru dikembalikan ke posisinya sebelum adanya evaluasi dan penelitian serta pembinaan, hal tersebut juga untuk menjaga marwah lapas Palangka Raya.
Hal tersebut disampaikan praktisi hukum sekaligus putra daerah Kalteng Ari Yunus Hendrawan. Ia meminta kepada Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Jenderal Polisi (HOR) (Purn) Agus Andrianto dan Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Mashudi, agar memilih pejabat yang profesional dan siap melayani sebagaimana ketentuan yang berlaku.
“Keputusan Kanwil Ditjenpas Kalteng menonaktifkan Kalapas dan KPLP Lapas Palangka Raya sudah benar, untuk menunjukan ketegasan dan menjaga citra lapas Palangka Raya, pejabat yang sudah dinonaktifkan perlu pembinaan lagi,” kata Ari kepada wartawan, Kamis (3/7/2025).
Kejadian tersebut kata dia, agar menjadi pelajaran buat semuanya, dimana setiap pejabat negara harus profesional, mengingat moto dari Menteri Imigrasi dan Pemasyarakat Agus Andrianto, ingin melakukan bersih-bersih dari pegawainya yang melanggar SOP dan ketentuan yang berlaku.
“Saya berharap Kalapas dan KPLP yang baru nanti dapat benar-benar melaksanakan tugasnya secara profesional mengingat Lapas adalah objek vital publik dimana harapan, keadilan dan penegakan hukum tergambar melalui lapas,” ujarnya.
Tak hanya itu saja, Kalapas dan KPLP yang baru juga harus bisa membangun citra yang baik dimata masyarakat seluruh Indonesia khususnya Kalteng.
“Keputusan siapa yang menjadi Pejabat Kalapas dan KPLP yang baru, akan menentukan wajah keadilan hukum di Kalimantan Tengah (Kalteng),” tegasnya.
Karena lapas kata dia, adalah benteng, bukan celah. Ketika seseorang menjalani pidana, maka negara mengambil alih peran pengawasan dan pembinaan.
Maka, setiap kelalaian dalam mengawasi bahkan dalam kasus ini sekedar membiarkan napi pergi buang air tanpa pengawasan ketat adalah bentuk pengkhianatan terhadap mandat publik.
“Ini bukan soal satu napi kabur. Ini soal tanggung jawab struktural yang gagal dipikul dengan profesionalitas,” ujarnya kembali.
Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 dan Pasal 4 UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, sistem pemasyarakatan harus dijalankan dengan asas pengayoman, profesionalitas dan pengamanan. Dan ketika fungsi pengamanan runtuh, maka negara wajib bersikap.
Menonaktifkan pejabat struktural bukan vonis, tapi prasyarat untuk bersih-bersih. Kita tidak bisa membangun kepercayaan tanpa mengakui ada yang bocor, ada yang abai dan ada yang perlu direset.
“Sebagai putra daerah Bumi Tambun Bungai, saya tidak ingin tanah ini dipandang sebagai wilayah yang longgar terhadap pelanggaran atau permisif terhadap kegagalan sistemik. Kita punya harga diri, dan negara harus menunjukkannya lewat penegakan tanggung jawab struktural. Ini saatnya memperkuat lapas bukan hanya dengan tembok, tapi dengan integritas,” tukasnya.
Lapas lanjutnya, harus melakukan penerapan sistem pengawasan digital yang real-time, sebagaimana amanat Pasal 82 UU Pemasyarakatan. Penegakan disiplin ASN dan evaluasi menyeluruh terhadap struktur pengawasan harian dan selanjutnya transparansi publik dalam proses investigasi internal dan hasilnya.
Sebagai tokoh muda Dayak dan praktisi hukum, saya ingin mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak kehilangan harapan. Kita boleh marah, tetapi marah yang membangun.
“Kita kecewa, tetapi dari kecewa itulah kita bangun tekad: membangun lapas yang dapat dipercaya, membina yang dibina, dan menjaga martabat keadilan. Karena jika kita gagal menjaga yang sudah jatuh, maka kitalah yang akan ikut tumbang,” pungkasnya. (hns1/red)