WPR Solusi Lindungi Penambang Rakyat
PALANGKA RAYA,humanusantara.com – Tragedi longsor yang menewaskan empat penambang emas tradisional di Desa Marapit, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng), beberapa waktu lalu memantik keprihatinan dari kalangan legislatif.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng Bambang Irawan menegaskan, perlunya langkah nyata dari pemerintah daerah untuk segera membentuk Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), sebagai upaya melindungi keselamatan para penambang.
“Memang menjadi perhatian kita dari Komisi II tentang aktivitas-aktivitas pertambangan seperti ini. Tentunya kita ingin adanya wilayah khusus WPR untuk memastikan bahwa standar keselamatan itu menjadi perhatian,” kata Bambang, kepada wartawan, Kamis (13/5/2025).
Politisi dari PDIP itu juga menilai, pembentukan WPR bukan hanya soal legalitas, tetapi juga memberi ruang kepada masyarakat agar dapat beraktivitas secara aman dan sah di sektor tambang.
“Dengan harapan aktivitas-aktivitas seperti itu bisa dinaungi dan dilindungi dengan cara khusus,” ujarnya.
Ia juga menanggapi dugaan keterlibatan pemodal besar dalam operasi tambang rakyat yang kerap menjadi sorotan.
Menurutnya, sebagian besar kegiatan tersebut masih dilakukan oleh warga lokal dengan penggunaan alat berat secara terbatas.
“Memang banyak aktivitas-aktivitas ini. Bukan pemodal sih, ada yang terkait dengan alat berat. Tentunya juga harus diatur dengan aturan,” harapnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan, bahwa keberadaan WPR ke depan harus diatur sedemikian rupa agar aktivitas masyarakat tidak lagi dianggap ilegal hanya karena penggunaan alat berat.
“Dengan adanya WPR kedepannya sangat diperlukan aturan sehingga hal-hal yang seperti itu bukan menjadi sesuatu yang terlarang,” pungkasnya.
Namun, Bambang juga menyoroti problem standar ganda dalam pelaksanaan WPR saat ini.
Menurutnya, masih ada ketidakjelasan apakah penggunaan alat berat oleh masyarakat dalam aktivitas pertambangan masuk dalam kategori WPR atau bukan.
“Makannya standar WPR masih kita lihat standar ganda. Disaat aktivitas pertambangan memerlukan alat berat untuk melakukan itu apakah itu WPR atau bukan?” tuturnya.
Ia meminta pemerintah daerah bersama instansi terkait segera merumuskan aturan yang tegas namun berpihak pada keselamatan pekerja tambang rakyat. Dengan demikian, risiko kecelakaan seperti yang terjadi di Kapuas Tengah dapat diminimalkan.
Tak hanya soal legalitas dan teknis pertambangan, Bambang menekankan pentingnya perhatian terhadap aspek sosial. Ia mengingatkan bahwa aktivitas tambang, meskipun skala kecil, tetap berisiko menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang luas.
“Yang menjadi perhatian khusus, wilayah areal pertambangan juga harus memperhatikan masyarakat sekitar dan keselamatan pekerja,” demikian kata Bambang. (hns1/red)