PALANGKA RAYA,humanusantara.com – Mantan Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng) HM Mawardi, diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Kamis (8/5/2025).
Pemeriksaan terhadap Bupati Kapuas periode 2008-2013 itu, dilakukan di Mapolda Kalteng.
Juru bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis kepada media mengatakan, Mawardi diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kredit fiktif oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Dikatakan, selain Mawardi, KPK juga memeriksa saksi lain, karyawan BJU Grup sekaligus Direktur Operasional dan Koordinator Teknis PT MAS dan PT KPN Raden Bagus Tri Dwinanta Saleh.
Kemudian Harry Soetrisno (ASN dan Kepala Bidang di PTSP), Djoko Tri Astoto (karyawan BJU Grup), Tedi Rakhmat Taji (Koordinator Legal PT SMJL).
“Pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh LPEI,” ungkap Budi.
KPK telah menetapkan lima orang tersangka dalam perkara itu, tiga dari pihak PT Petro Energy (PE) dan dua dari internal LPEI.
Tiga tersangka dari PE masing-masing Jimmy Masrin (JM) selaku Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT PE, Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD) selaku Direktur Keuangan PT PE, dan Newin Nugroho (NN) selaku Direktur Utama PT PE. Tiga tersangka ini telah ditahan sejak Maret 2025.
Sementara dua tersangka dari internal LPEI, Dwi Wahyudi (DW) selaku Direktur Pelaksana I dan Arif Setiawan (AS) selaku Direktur Pelaksana IV. Dwi dan Arif belum ditahan.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengungkap, dalam konstruksi perkara ini terdapat dugaan konflik kepentingan antara direksi LPEI dan debitur PT PE. Sejak awal, diduga telah terjadi kesepakatan yang mempermudah proses pemberian kredit.
Pihak direksi LPEI disebut tidak menjalankan fungsi pengawasan terhadap penggunaan dana kredit sesuai ketentuan Manajemen Aset dan Piutang (MAP), bahkan memerintahkan pencairan dana meski tidak memenuhi syarat kelayakan.
PT PE juga diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice sebagai dasar pencairan kredit yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Selain itu, perusahaan tersebut melakukan manipulasi (window dressing) dalam laporan keuangan.
Dana kredit yang diterima PT PE tidak digunakan sesuai peruntukannya sebagaimana tercantum dalam perjanjian dengan LPEI. KPK mencatat bahwa pemberian fasilitas kredit fiktif oleh LPEI kepada PT PE telah menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp846.956.205.027 (Rp846,9 miliar).
Selain PT PE, terdapat sepuluh debitur lain yang juga diduga terlibat dalam skema kredit fiktif. Namun, mereka belum ditetapkan sebagai tersangka. Total kerugian negara akibat kredit fiktif dari 11 debitur tersebut diperkirakan mencapai Rp11,7 triliun. (hns1/red)