DKPP Periksa Ketua dan Anggota Bawaslu Kalteng

PALANGKA RAYA,humanusantara – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP-RI), Kamis (11/9/2025), menggelar sidang kode etik di aula kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Tengah (Kalteng).

Dalam sidang itu, DKPP memeriksa Ketua dan Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalteng, atas dugaan pelanggaran etik dalam penanganan kasus politik uang di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 Kabupaten Barito Utara.

Perkara dengan nomor 183-PKE-DKPP/VIII/2025 ini diadukan Fikri Haikal, Muhammad Rahman, Mochamad Lukman Hakim, M Hisyam Nawawi, Taufik Hidayah, Sukma Sri Bayu dan Khairul Hanafi.

Dalam rilis, yang diterima redaksi humanusantara.com, Jumat (12/9/2025), para pengadu menuding Bawaslu Kalteng gagal menjalankan tugas secara proporsional, akuntabel dan transparan dalam menangani dugaan praktik politik uang.

“Ini soal menjaga marwah demokrasi. Jangan sampai pemilu di Kalimantan Tengah ternodai hanya karena pengawasan yang lemah dan tidak sesuai prosedur,” kata Fikri Haikal di hadapan majelis DKPP.

Sidang dipimpin Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo, didampingi dua anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Kalteng Anyualatha Haridison dari unsur masyarakat dan Tity Yukrisna dari unsur KPU.

Jalannya persidangan disaksikan awak media, aktivis pemilu, dan tokoh masyarakat yang memberikan perhatian serius pada kasus ini.

Dalam persidangan, Fikri Haikal dan rekan-rekannya mengajukan lima tuntutan kepada DKPP. Mereka meminta DKPP menerima dan memeriksa pengaduan sesuai ketentuan hukum, menyatakan teradu terbukti melanggar kode etik, menjatuhkan sanksi pemberhentian terhadap teradu I dan sanksi peringatan keras terhadap teradu II hingga V, memerintahkan Bawaslu RI menindaklanjuti putusan, serta menjatuhkan putusan seadil-adilnya atau ex aequo et bono.

Menurut para pengadu, kasus ini bukan sekadar persoalan prosedur, tetapi juga menyangkut kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu. Mereka menilai jargon integritas, profesionalitas, akuntabilitas, dan transparansi yang sering digaungkan Bawaslu Kalteng hanya sebatas slogan jika tidak diwujudkan dengan tindakan nyata.

Secara hukum, DKPP memiliki kewenangan memeriksa dan menjatuhkan sanksi terhadap penyelenggara pemilu yang melanggar kode etik.

Prinsip integritas, akuntabilitas, profesionalitas dan transparansi menjadi standar utama yang harus dijaga dalam setiap tahapan pemilu.

Sejumlah pengamat politik menilai kasus ini menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengawasan pemilu di daerah. Beberapa tokoh masyarakat Barito Utara bahkan menyatakan kekecewaan terhadap kinerja Bawaslu yang dianggap tidak maksimal.

“Selama ini kami percaya Bawaslu sebagai pengawas pemilu yang netral dan profesional. Tapi kasus ini membuat kepercayaan itu goyah,” ungkap salah satu tokoh masyarakat yang hadir dalam sidang.

Apapun putusan yang akan dijatuhkan DKPP nantinya, dampaknya akan besar terhadap kredibilitas Bawaslu Kalteng dan penyelenggaraan pemilu di masa mendatang.

Jika DKPP memutuskan ada pelanggaran etik berat, Bawaslu Kalteng bisa kehilangan kepercayaan publik secara signifikan. Namun jika tidak ada pelanggaran, Bawaslu tetap harus bekerja keras memulihkan citra mereka di mata masyarakat.

Sidang itu menjadi momentum penting untuk menegaskan, integritas pemilu tidak bisa ditawar. Seperti disampaikan Fikri Haikal di akhir persidangan.

“Jargon integritas, profesionalitas, akuntabilitas, dan transparansi jangan hanya jadi kalimat di spanduk. Harus ada tindakan nyata. Apapun hasilnya, marwah demokrasi di Bumi Tambun Bungai harus tetap dijaga,” pungkasnya. (hns1/red)

Dugaan Pelanggaran Kode EtikFikri HaikalKetua dan Anggota Bawaslu KaltengSidang DKPP-RI
Comments (0)
Add Comment