PALANGKA RAYA,humanusantara.com – Rencana pemerintah untuk menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) mendapat dukungan dari DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng).
Dukungan kali ini datang dari, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng, yang membidangi ekonomi dan sumber daya alam (SDA) Bambang Irawan.
Ia menyebut langkah tersebut sebagai solusi untuk mengurangi maraknya aktivitas tambang ilegal yang masih marak terjadi di sejumlah wilayah di Bumi Tambun Bungai.
Meski demikian, politisi PDI Perjuangan itu mengingatkan, agar dalam penetapan kawasan WPR, pemerintah tidak bertindak sepihak.
“Karena pelibatan masyarakat dalam proses penentuan wilayah tambang sangat penting. Akan lebih baik, WPR itu berdasarkan usulan dari masyarakat daripada pemerintah yang memploting atau memetakan sendiri,” kata Bambang, kepada wartawan, Kamis (27/8/2025).
Menurutnya, keputusan sepihak dari pemerintah bisa tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Ia mencontohkan, jika suatu kawasan ditetapkan sebagai WPR, belum tentu masyarakat bersedia menambang di sana.
“Misalnya pemerintah memploting di daerah Kereng Pangi itu WPR, enggak semua orang mau ke situ. Belum tentu di situ ada isi atau emas,” ujarnya.
Wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) V, meliputi Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau itu juga menilai, penambangan akan tetap berlangsung secara sporadis jika pendekatan dari atas (top-down) terus dipertahankan.
“Mereka belum tentu semuanya akan ke situ. Tetap akan ada sporadis kok, penambangan itu pasti akan sporadis,” tegasnya.
Bambang juga menyarankan agar masyarakat diberi ruang untuk mengajukan lahan yang mereka miliki secara sah dan memiliki potensi emas kepada pemerintah daerah.
Pemerintah kemudian hanya perlu menetapkan aturan teknis dan administrasi.
“Misalnya saya yang harus mengajukan izin WPR, bukan pemerintah yang turun mendata itu,” jelasnya.
Dalam sistem tersebut, pemerintah tetap berperan mengatur kewajiban seperti pembayaran pajak dan pelaksanaan reklamasi pascatambang. Dengan begitu, kegiatan pertambangan rakyat bisa tetap menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) tanpa mengorbankan lingkungan.
“Dari situ pemerintah memberikan syarat dan prasyaratnya. Misalnya pajaknya sekian dan harus melakukan reklamasi,” terangnya.
Bambang menilai, mekanisme berbasis masyarakat jauh lebih efektif dibandingkan pemetaan sepihak oleh pemerintah.
“Menurut saya lebih efektif begitu daripada pemerintah menentukan WPR A, B, C. Agar tidak sporadis, kita suruh masyarakat mengurus legalitas kawasan lahan mereka kelola sehingga mendapatkan PAD. Pasca mereka selesai memanfaatkan, ada kewajiban reklamasi,” pungkasnya. (hns1/red)