PALANGKA RAYA,humanusantara.com – Tindakan tegas negara terhadap aktivitas PT Agro Bukit, anak perusahaan dari Godhope, yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit patut diacungi jempol.
Diharapkan, penertiban terhadap perusahaan yang beroperasi dengan melanggar aturan negara dapat terus dilakukan.
Lahan milik PT Agro Bukit, dipasang plang penyitaan oleg negara melalui Tim Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan (PKH), Jumat (7/3/2025).
Lahan yang disita tidak tanggung-tanggung, lahan seluas 3.798,9 hektare itu terletak di Jalan Sudirman Km 26 Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).
Disitanya lahan milik PT Agro Bukit itu merupakan perusahaan pertama yang ditindak tegas negara.
Dilahan tersebut dipasang plang dilarang memperjual belikan dan menguasai tanpa izin satgas PKH. Penertiban itu informasinya langsung dilakukan tim satgas dibawah komando Jendral TNI Bintang dua Mayjen TNI Yusman Madayun.
Penertiban disaksikan langsung, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotim Donna R Sitorus, Asisten I Setda Kotim Rihel, Ketua DPRD Kotim Rimbun, Dandim 1015 Sampit Letkol Tandri Subrata serta Kepala Pengadilan Negeri Sampit Beny Oktavianus.
Dengan dipasangnya plang tanda sitaan negara itu, menandakan jika penertiban di kawasan hutan terhadap sejumlah perusahaan perkebunan di Kotim mulai dilakukan.
Menurut informasi, tim satgas terdiri dari unsur TNI, Polri dan Jaksa dan sejak awal pekan lalu sudah melakukan pemetaan di wilayah Kotim, setelah sebelumnya juga dilakukan pemetaan di wilayah Kabupaten Seruyan.
Kepala Kejari Kotim melalui Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Budi Kurniawan membenarkan kegiatan tersebut.
”Betul ada pemasangan plang penguasaan negara,” kata Budi.
Ia mengatakan pihaknya hanya mengawal pelaksanaan dilapangan. Sebab agenda itu langsung dari Kelompok Kerja (Pokja) satgas yang dari pemerintah pusat.
Untuk target selanjutnya ke beberapa PBS yang ada di kabupaten itu, sementara mereka hanya mengikuti arahan dari tim satgas tersebut.
Asisten II Setda Kotim Alang Arianto juga membenarkan adanya penyitaan terhadap lahan milik PT Agro Bukit tersebut. Namun dirinya tidak ingin lebih jauh berkomentar dan menyerahkan hal tersebut kepada Asisten I Setda Kotim Rihel.
Sebelumnya, Kementerian Kehutanan mengidentifikasi sekitar 65 perusahaan besar swasta (PBS) perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotim diduga menggarap kawasan hutan secara ilegal.
Lahan yang digarap diperkirakan mencapai 66 ribu hektare. Hal itu berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025 yang diterbitkan 6 Februari 2025, ditandatangani langsung Menhut Raja Juli Antoni.
Adapun total permohonan di Kotim mencapai 301.989 hektare, dengan status permohonan yang berproses seluas 236 ribu hektare dan ditolak 66.180 hektare.
Sebelumnya, diinformasikan PT Agro Bukit pernah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tahun 2014 silam. Salah satu pelanggaran yang dilaporkan perusahaan tersebut diduga menggarap Hutan Produksi (HP) seluas 5.448,98 hektare yang dijadikan perkebunan kelapa sawit, sehingga mengakibatkan kerugian negara hingga miliaran rupiah.
Berdasarkan peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng, areal PT Agro Bukit meliputi 7.726,96 hektare Kawasan Hutan untuk Kepentingan Perkebunan (KPP), 1.024,24 hektare masuk dalam Kawasan Pemukiman dan Pengembangan Lainnya (KPPL) dan seluas 5.448,98 hektare masuk dalam kawasan Hutan Produksi (HP).
Dalam temuan BPK itu mencantumkan, PT Agro Bukit tidak pernah mengajukan Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPHK) ke Kementrian Kehutanan Republik Indonesia (Kemenhut), terhitung sejak 2005 hingga 2009.
BPK juga menemukan, PT Agro Bukit sudah melakukan penanaman sawit di areal seluas 13.500 hektare, padahal areal tersebut belum dilengkapi dengan IPKH. Dengan memegang surat keputusan Bupati Kotim No.522.21/247/EKBANG, Tanggal 12 Juni 2013, di areal itu telah diterbitkan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK).
PT Agro Bukit memiliki IPK di dua arealnya. Pada areal seluas 2000 hektare, dengan potensi kayu 79.960 meter kubik, dengan nominal Rp21.439.670.600. Sedangkan di areal kedua, seluas 1.087 hektare, potensi kayunya sebesar 54.222,48 meter kubik dengan nominal Rp13.102.039.600.
Ditambah dana Perkembangan Penerimaan Propinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) sebesar Rp1.041.217.784 dan Dana Reboisasi (DR) sebesar U$D 150,663.61. Dengan kemungkinan kerugian negara yang ditanggung mencapai Rp37 miliar lebih.
Dengan adanya tindakan tegas dari negera tersebut, kedepan tidak ada lagi perusahaan yang beroperasi di daerah ini secara ilegal. (hns1/red)